Sabtu, 29 Mei 2010

PEMBANGUNAN MANGGARAI DAN TRAGEDI KEMANUSIAAN

Kanisius Teobaldus Deki, M.Th
Staf Pengajar STKIP St. Paulus,
Direktur Lembaga Pendidikan dan Kajian Demokrasi

Kabupaten Manggarai berada di ujung barat Pulau Flores. Manggarai dikenal sebagai daerah subur ditandai dengan tingginya kontribusi sektor pertanian bagi perekonomian daerah ini. Hampir semua jenis tanaman pertanian seperti padi, jagung, umbi-umbian dan sayur-sayuran tumbuh subur di daerah ini. Begitu pula tanaman perdagangan seperti kopi, cengkeh, fanili, cokelat, kemiri dan pisang dengan mudah kita temui di daerah ini. Bahkan Manggarai dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di NTT.
Dari sisi geografis, Kabupaten Manggarai berada di antara Kabupaten Manggarai Barat di sebelah barat dan Kabupaten Manggarai Timur di sebelah timur. Sementara di bagian utara berbatasan dengan laut Flores dan bagian selatan laut Sawu.
Luas wilayah Kabupaten Manggarai adalah 4.188,90 km persegi yang terdiri dari daratan Pulau Flores dan Pulau Mules. Kabupaten Manggarai kini menjadi kabupaten induk bagi Kabupaten Manggarai Barat yang definitif tahun 2003 dan Kabupaten Manggarai Timur tahun 2007. Pemekaran Manggarai menjadi tiga kabupaten ini disebabkan karena luasnya wilayah yang membuat upaya memajukan dan mensejahterakan masyarakat sulit diwujudkan.
Secara administratif, Kabupaten Manggarai terbagi atas 9 kecamatan yakni kecamatan Satar Mese, Satar Mese Barat, Wae Rii, Reo, Cibal, Ruteng, Lelak, Rahong Utara dan Langke Rembong. Masing-masing kecamatan terbagi lagi atas wilayah desa/kelurahan, yakni Satar Mese 19 desa, Satar Mese Barat 20 desa, Wae Rii 16 desa, Cibal 27 desa, Reok 20 desa, Ruteng 16 desa, Rahong Utara 12 desa, Lelak dan Langke Rembong 11 kelurahan. Total desa/kelurahan mencapai 138 desa dan 11 kelurahan.
Tulisan ini lebih merupakan sebuah tinjauan kritis atas apa yang telah terkonstruksi dalam pembangunan di Manggarai dan hasil-hasil yang dapat terukur pada dimensi kemanusiaan yang utuh dari manusia.


Salah Kaprah Pembangunan
Masyarakat Manggarai dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung melihat pembangunan dalam orientasi State Building (pembangunan fisik) dan bukan Nation Building (pembangunan manusia). Karena itu ukurannya jelas: berhasil atau tidaknya pembangunan bertitik tumpu pada berapa jalan yang dibuka, bukan pada apakah makin sejahtera masyarakat, makin banyak yang berpendidikan, makin banyak yang sehat, dll. Sebuah pembangunan yang integral dan berdimensi plural.
Membaca alur pemikiran pembangunan yang dibacakan Bupati Manggarai dalam Laporan Akhir Masa Jabatan di hadapan DPRD Manggarai, ada kesan kuat menonjolkan pembangunan infrastruktur sebagai ”fokus utama” dari kerja kepemimpinan selama 5 (lima) tahun pasangan Drs. Christian Rotok dengan Dr. Kamelus Deno (Credo). Hal itu juga sering terlontar dari kampanye-kampanye jelang Pemilu Kada Manggarai tahun ini oleh Credo dan tim. Juga sebagian masyarakat mengafirmasi hal itu sebagai keberhasilan Credo.
Program pembangunan Credo lebih diarahkan ke pengembangan infrastruktur. Pembangunan jalan, jembatan dan berbagai sarana fisik selalu menjadi perhatian utama sehingga masalah gizi diabaikan. Dari sini dapat diketahui wawasan pasangan Credo tentang pembangunan adalah bagaimana memanfaatkan dana yang ada. Pembangunan lebih bernuansa proyek, bukan sungguh-sungguh membangun. Artinya karena lebih berfokus pada hal tersebut, maka problem-problem lain seperti gizi, pendidikan, kesehatan, ekonomi memiliki skala prioritas yang sekunder. Dana untuk pembangunan yang berorientasi pada masyarakat miskin juga masih sangat kecil.
Meskipun banyak proyek infrastruktur dijalankan pemerintah, sebagian besar masyarakat masih tinggal di tempat yang secara fisik tidak bisa dikatakan layak. Sebanyak 46,47 persen keluarga tinggal di rumah berlantai tanah, 48,93 persen rumah penduduk berdinding bambu, 41,85 persen penduduknya mengkonsumsi air dari sumber yang tak terlindungi dan air sungai. Sedangkan hanya 17,57 persen penduduknya hidup dengan listrik. Listrikpun sering padam dan Pemda seolah-olah cuci tangan atas masalah ini.

Tragedi Kemanusiaan
Selama lima tahun masa pemerintahan Credo, paling kurang ada beberapa masalah akut yang mencuat ke permukaan. Di sini saya hanya menyebutkan tiga hal. Masih banyak soal lain seperti korupsi yang menguat di masa pemerintahan ini dan persoalan tambang yang krusial, tapal batas hutan yang tak terselesaikan, dll.
Pertama Masalah Pendidikan. Mari kita cermati bersama profil masalah pendidikan di Kabupaten Manggarai. Data statistik memperlihatkan bahwa pada usia wajib sudah sekolah (10 tahun ke atas) angka buta huruf mencapai 9,35 % dari total jumlah wajib belajar pada usia yang sama. Dari prosentase itu, laki-laki mengalami nasib yang lebih untung dibanding perempuan, karena 11,58 % perempuan buta huruf dibanding laki-laki 7,05 %.
Sedangkan prosentase kelulusan di tingkat SLTP atau setingkatnya memilukan, karena dibanding kabupaten-kabupaten lain di NTT, Kabupaten Manggarai mengalami kemunduran yang luar biasa. Prosentase kelulusan tingkat SMP tahun 2007/2008, di Kabupaten Manggarai hanya mencapai 62,50 % dari total peserta ujian, sedangkan Kabupaten TTS mencapai 71,14 %, Manggarai Barat 78,74 %. Lebih menyedihkan karena tingkat kelulusan kabupaten baru mekar (berdiri) seperti Kabupaten Sumba Tengah lebih tinggi dibanding Kabupaten Manggarai, karena peringkat prosentase kelulusan setingkat SMP di Kabupaten Sumba Tengah mencapai 68,48 %. Hal yang sama bagi Manggarai Timur lebih gemilang di bandingkan Manggarai.
Wajah kelulusan tingkat SLTA atau setingkatnya juga memperlihatkan angka yang memprihatinkan. Kabupaten Manggarai hanya 55,12 % kelulusannya, sedangkan TTS mencapai 92,22 %, Manggarai Barat 66,97 %, Manggarai Timur menembus angka 90,69 %. Tetapi Kabupaten Manggarai lebih unggul dibanding Sumba Tengah yang hanya 37,18 % tingkat kelulusan SLTA atau setingkatnya.
Lebih memprihatinkan angka kelulusan Siswa SLTP dan SMU/SMK di Manggarai 2008/2009. SLTP 59,99%, SMU 82,31 % dan SMK 96,10%. Sedangkan tahun 2009/2010, SLTP 43,29%, SMK 47,67% dan SMU hanya 26,29%. Dari tahun ke tahun angka kelulusan kita makin turun. Pendidikan formal tingkat menengah di Manggarai terpuruk ke titik nadir.
Angka-angka prosentase ini mau memperlihatkan apa dalam kinerja, semangat dan fokus penyelesaian problem manusia Manggarai ke depan? Artinya masalah pendidikan menyimpan bom waktu di masa depan, terutama penyediaan sumber daya manusia untuk mengelola pembangunan daerahnya. Tambahan lagi, kader-kader intelektual akan kian surut jika perbaikan nasib pendidikan di Manggarai belum terencana dengan baik. Belum lagi jika kita menilik angka korupsi di bidang ini yang meluas.
Kedua, Masalah Kesehatan. Di Kabupaten Manggarai hanya ada 2 (dua) rumah sakit (yang dikelola oleh pemerintah dan milik swasta). Persediaan tempat tidur untuk melayani orang sakit hanya 161 tempat tidur dengan rincian 101 tempat tidur di rumah sakit pemerintah, dan 60 tempat tidur di rumah sakit swasta. Jumlah dokter 22 orang, perawat 216 orang dan bidan 135 orang.
Jumlah Puskesmas 15, Puskesmas Pembantu (Pustu) 63, Poskesdes 40, Polindes 26 dan Posyandu 624.
Angka itu memperlihatkan bahwa sebaran infrastruktur tidak berbanding lurus dengan sebaran jumlah penduduk yang hendak dilayani. Karena itu, kasus gizi buruk, angka kematian balita dan angka kematian ibu tetap tinggi. Angka balita gizi kurang (2008) mencapai 37,3 % dan angka kematian bayi 48,90 %. Sedangkan jumlah penduduk yang hendak dilayani adalah 504.163 jiwa.
Masalah gizi di Manggarai menuai cerita baru. Gizi di Manggarai dinilai masih bermasalah sangat tinggi dan kronis. Angka kesakitan yang tinggi dan praktek pemberian makan yang tidak baik merupakan penyebab langsung masalah gizi tersebut.
Problem gizi balita ini memperlihatkan angka yang mengenaskan. Balita gemuk di Manggarai hanya 5,1 %, berbadan pendek mencapai 60,6 % dan gizi kurang mencapai 24,2 % dibanding rerata NTT secara keseluruhan. Karena itu, jangan harap ada kader pemain basket, sepak bola dan volley ball yang baik dari Manggarai di masa depan. Pantaslah kalah terus di El Tari Memorial Cup di sejumlah event dan kesempatan.
Angka penyakit pada balita 14 hari juga memperlihatkan keprihatinan yang mendalam. Anak-anak Manggarai yang baru lahir berusia 14 hari terkena penyakit (sakit) mencapai 69,5 % sedangkan pada usia dan saat yang sama, NTT rerata 57,3 %. Anak-anak juga mengalami demam hebat dengan mencapai posisi 57,1 % dan pada saat yang sama di NTT mencapai 46,6 %.
Jumlah orang berbadan pendek di Manggarai mencapai angka yang mencengangkan karena berada di atas 80 % lebih. Lalu pertanyaannya, bagaimana mungkin mendorong hadirnya manusia bermutu di Manggarai di masa depan? Di manakah semua alokasi anggaran yang diintervensi pemerintah (daerah, propinsi dan pusat) serta pihak ketiga?
Sementara itu, situasi dan kondisi rawan pangan di Manggarai senantiasa menjenguk masyarakatnya. Angka-angka berikut ini akan berbicara banyak soal itu. Rawan pangan mencapai 50,3 % dibanding NTT 40,8 %. Sedangkan resiko rawan mematok prosentase pada angka 32,5 %. Artinya, jika intervensi tidak tepat dan kurang tepat, maka Manggarai akan tetap menjadi satu kabupaten yang selalu rawan pangan sepanjang tahun. Apalagi yang dinilai agak tahan pangan hanya 17,2 %. Tentu saja para pegawai dan para pebisnis masuk di dalam angka 17,2 % itu.
Mengapa angka gizi kurang dan gizi buruk itu begitu tinggi di Manggarai dan bagaimana nasib sumber pangan mereka? Sumber pangan yang dimakan orang Manggarai di Manggarai memperlihatkan hal sebagai berikut. Hanya 45 % penduduk Manggarai yang memiliki jagung dan diproduksi sendiri, sedangkan 22 % lebih jagung diperoleh dengan cara membeli sedangkan bantuan lain 18 %.
Beras yang diproduksi sendiri hanya 26 % sedangkan yang dibeli mencapai 42 %, sedangkan Raskin mencapai 17 %. Singkong (bahasa Manggarai : tetehaju) diproduksi sendiri mencapai 71 % persis sama dan sebanding dengan produksi dan konsumsi daun singkong. Orang Manggarai pengkonsumsi daun singkong tertinggi di NTT. Sedangkan roti dan biskuit hampir 100 % dibeli. Umbi-umbian lain, semisal, ubi talas, keladi dan lainnya mencapai angka yang sama dengan singkong 71 %.
Bagaimana dengan ikan, mie, daging, telur, susu, gula dan minyak? Hampir 100 % orang Manggarai memperoleh semuanya dengan cara membeli. Sisanya hasil cimpa atau pemberian. Artinya, ketergantungan masyarakat Manggarai pada pasar sangat tinggi.
Lalu bagaimana dengan sebaran jenis mata pencaharian orang Manggarai. Hasil kiriman dari jauh (entah dari anaknya yang merantau atau sanak keluarga) hanya 2,0 %, PNS 2,0 %, Pedagang 3,5 % dan nelayan 1,7 %. Bertani 17,5 % sedangkan buruh tani mencapai angka yang mengejutkan yaitu 43,2 %. Artinya apa? Artinya manusia Manggarai kini mengalami krisis hebat tak memiliki lahan garapan untuk bertani kecuali menjadi buruh tani belaka.
Ketiga, Masalah Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Manggarai tahun 2005-2010 sangat fluktuatif, baik yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan eksternal maupun internal. Tahun 2005 Manggarai di level 2,14, NTT: 3,42, 2006 Manggarai 5.30, NTT: 5.08, 2007: Manggarai 6,03 dan NTT: 5.15, sedangkan tahun 2008 NTT 4,81, Manggarai jatuh ke level yang jauh lebih rendah dari dua tahun sebelumnya yakni 2,86.
Tragisnya sebagian besar masyarakat manggarai tergolong miskin. Rata-rata pengeluaran masyarakat Manggarai setiap bulan per-orang adalah Rp 161.688. Tingkat PDRB dan Pendapatan per Kapita Kabupaten Manggarai terkesan terus mengalami peningkatan, padahal kenaikan tidak significant bahkan masih lebih rendah dari PDRB dan Pendapatan per Kapita Provinsi NTT dan Nasional. Tahun 2005 PDRB Manggarai 2,2777,281 sedangkan NTT 3,476,397. Tahun 2008 Manggarai 3,854,082 dan NTT 4,768,486. Selisihnya sangat jauh. Tahun 2005: 1,199,116 dan tahun 2008: 914,404. Tahun 2005 Pendapatan per Kapita Manggarai 2,137,083 sedangkan NTT 3,281,657. Tahun 2008 Manggarai 3,610,846 sedangkan NTT 4,469,637. Selisinya terpaut jauh. Tahun 2005: 1,144,574 dan tahun 2008: 858,791.

Pemilu Kada dan Kans Perubahan
Upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Manggarai terlihat belum optimal. Hal ini ditunjukkan oleh persentase KK miskin di Kabupaten Manggarai pada tahun 2008 (62,9%) yang menurun dari 67,8% pada tahun 2005. Namun tingkat kemiskinan ini masih lebih tinggi dibandingkan persentase KK miskin tingkat Provinsi NTT tahun 2008 yang sebesar 56,75%. Dengan kata lain, tingkat kemiskinan kita secara absolut masih tinggi. Tantangan utama yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di Manggarai pada masa mendatang adalah meningkatkan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin; merencanakan pembangunan dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor); meningkatkan partisipasi dan akses masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan; mensinergikan kebijakan pusat dan daerah dalam penanggulangan kemiskinan; mengoptimalkan potensi ekonomi lokal dan menekan laju pertumbuhan penduduk.
Tantangan ke depan adalah meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan pemerataan pembangunan antarwilayah; pertumbuhan ekonomi harus dinikmati oleh masyarakat; mendorong pertumbuhan yang cepat pada sektor tersier tanpa mengabaikan pertumbuhan sektor primer yang memiliki daya tahan terhadap krisis perekomian global dan nasional; meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada sektor sekunder dan tersier sebagai lokomotif dalam penyerapan tenaga kerja dan pengimbang pertumbuhan sektor primer yang terus menurun; mendorong pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru; menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga mampu menarik minat investor.
Kenyataan-kenyataan ini belum bisa dijangkau oleh Credo selama 5 (lima) tahun yang telah lewat. Sebuah kegagalan kemanusiaan Manggarai yang sangat substansial dan akut. Pemilu Kada tanggal 3 Juni 2010 oleh banyak orang dilihat sebagai moment untuk menciptakan perubahan. Pada titik ini, harapan akan perubahan yang signifikan juga diletakkan pada orientasi pembangunan berbasis konteks, perubahan pola kepemimpinan, standar pencapain pembangunan serta mekanisme yang digunakan. Sebuah imperatif bahwa di masa depan, kegagalan yang sama tidak perlu dilanjutkan.*** Selengkapnya...